Rabu, 12 Juni 2013

ANalisa Borak pada Lontong


BAB I
PENDAHULUAN

1.1     Latar Belakang
       Salah satu isi dari dasar-dasar pembangunan kesehatan di Indonesia adalah adil dan  merata.  Maksudnya  bahwa  dalam  pembangunan  kesehatan  setiap  orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan yang setinggitingginya.  Hal  ini  hanya  dapat  terjadi  dengan  menyelenggarakan  pembangunan nasional di segala aspek kehidupan dan lapisan masyarakat mulai dari usia anak-anak sampai usia dewasa. Salah satu aspek yang perlu diperhatikan adalah masalah pangan (Depkes RI, 2001).

       Keselamatan dan kesehatan masyarakat harus dilindungi terhadap pangan yang
tidak memenuhi syarat dan terhadap kerugian sebagai akibat produksi, peredaran dan
perdagangan pangan yang tidak benar. Cara produksi dan peredaran pangan yang tidak benar dapat merugikan dan membahayakan kesehatan masyarakat. Penjaminan pangan yang bermutu dan aman merupakan tanggung jawab pemerintah, industri pangan dan konsumen, sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing (Cahyadi, 2008).

       Pada  umumnya  sasaran  pembangunan  pangan  adalah  menyediakan  pangan yang cukup dan bermutu, mencegah masyarakat dari jenis pangan yang berbahaya bagi kesehatan dan yang bertentangan dengan keyakinan masyarakat, memantapkan kelembagaan pangan dengan diterapkannya peraturan dan perundang-undangan yang mengatur  mutu  gizi  dan  keamanan  pangan  baik  oleh  industri  pangan  maupun masyarakat konsumen (Hardinsyah dan Sumali, 2001).

       Keamanan pangan diartikan sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. Pangan yang aman serta bermutu dan bergizi tinggi sangat penting peranannya bagi pertumbuhan, pemeliharaan  dan  peningkatan  derajat  kesehatan  serta  peningkatan  kecerdasan masyarakat (Saparinto dan Hidayati, 2006).

       Makanan  yang  kita  makan  sehari-hari  tentu  saja  juga  mempunyai  resiko
menjadi tidak aman untuk dikonsumsi, karena kemungkinan dicemari bahan-bahan yang berbahaya seperti mikroba, bahan kimia atau benda-benda lainnya yang dapat meracuni atau dapat mengakibatkan kecelakaan. Karena itu, tindakan-tindakan untuk mencegah timbulnya bahaya dalam makanan, baik kimia, fisik maupun mikrobiologi dalam seluruh rantai pangan harus dipahami sepenuhnya. Salah satu aspek yang harus diperhatikan dalam konstalasi ini adalah bahan-bahan yang ditambahkan terhadap bahan pangan, yang kemudian dikenal dengan nama Bahan Tambahan Pangan (BTP).   BTP ditambahkan untuk memperbaiki karakter pangan agar memiliki kualitas yang meningkat. BTP pada umumnya merupakan bahan kimia yang telah diteliti dan diuji  sesuai  dengan  kaidah-  kaidah  ilmiah  yang  ada.  Pemerintah  sendiri  telah mengeluarkan  berbagai  aturan  yang  diperlukan  untuk  mengatur  pemakaian  BTP secara optimal (Syah, 2005).

       Pengawet  merupakan  salah  satu  bentuk  BTP.  Penambahan  pengawet
dimaksudkan untuk menghambat ataupun menghentikan aktivitas mikroorganisme seperti bakteri, kapang dan khamir   sehingga produk makanan dapat disimpan lebih lama.  Selain  itu,  suatu pengawet  ditambahkan  dengan  tujuan  untuk  lebih meningkatkan  cita  rasa,  memperbaiki  warna,  tekstur,  sebagai  bahan  penstabil, pencegah lengket maupun memperkaya vitamin serta mineral. Sebenarnya, makanan yang menggunakan   pengawet yang tepat (menggunakan pengawet makanan yang dinyatakan aman) dengan dosis di bawah ambang batas yang ditentukan tidaklah berbahaya  bagi  konsumen.  Namun  demikian,  seringkali  produsen  yang  nakal menggunakan  pengawet  yang  tidak  tepat  seperti  pengawet  nonmakanan  ataupun pengawet yang tidak diizinkan oleh badan POM sehingga merugikan konsumen. Salah satu contohnya adalah boraks (Hardinsyah dan Sumali, 2001).

       Boraks merupakan garam Natrium Na2B4O7  10H2O yang banyak digunakan
dalam berbagai industri non pangan khususnya industri kertas, gelas, pengawet kayu, dan  keramik.  Gelas  pyrex  yang  terkenal  dibuat  dengan  campuran  boraks. 

       Di Indonesia  boraks  merupakan  salah  satu  bahan  tambahan  pangan  yang  dilarang  digunakan pada produk makanan, karena asam borat dan senyawanya merupakan senyawa kimia yang mempunyai sifat karsinogen. Boraks sejak lama telah digunakan masyarakat untuk pembuatan gendar nasi, kerupuk gendar, atau kerupuk puli yang secara tradisional di Jawa disebut “Karak” atau “Lempeng”. Disamping itu boraks digunakan untuk industri makanan seperti dalam pembuatan mie basah, lontong, ketupat, bakso bahkan dalam pembuatan kecap (Oliveoile, 2008).

       Dalam pemeriksaan yang dilakukan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM) di sejumlah sekolah di Depok Jawa Barat, ditemukan adanya zat pengawet yang diduga boraks di dalam jajanan berupa lontong yang berbahan dasar beras (Virdhani, 2009).  Selain  itu  Agus  Purnomo (2009),  seorang  dosen  Politeknik Kesehatan  Tanjungkarang  Lampung,  melakukan  penelitian  tentang  boraks  pada makanan berupa mi basah, lontong, bakso, pempek, dan kerupuk udang yang diambil secara acak di Pasar SMEP, Tugu, Bambu Kuning, Kampung Sawah, dan swalayan Bandar Lampung. Setelah dilakukan uji laboratorium, dari 30 contoh mi basah, 84% positif mengandung boraks. Dari 9 sampel lontong, 11,1% mengandung boraks, dan dari 13 sampel pempek, 85% juga positif mengandung borak. Yang lebih parah lagi adalah  12 sampel bakso,  7 sampel cincau hitam dan  12 sampel kerupuk undang, 100% positif mengandung boraks.
       Mengkonsumsi boraks dalam makanan tidak secara langsung berakibat buruk,
namun sifatnya terakumulasi (tertimbun) sedikit demi sedikit dalam organ hati, otak dan testis. Boraks tidak hanya diserap melalui pencernaan namun juga dapat diserap melalui kulit. Boraks yang terserap dalam tubuh dalam jumlah kecil akan dikeluarkan melalui air kemih dan tinja, serta sangat sedikit melalui keringat. Boraks bukan hanya menganggu enzim-enzim metabolisme tetapi juga menganggu alat reproduksi pria. Boraks yang dikonsumsi cukup tinggi dapat menyebabkan gejala pusing, muntah, mencret, kejang perut, kerusakan ginjal, hilang nafsu makan (Oliveoile, 2008).
       Berdasarkan  survei  pendahuluan  yang  telah  dilakukan,  penjual  lontong  di Bandar Lampung mengatakan bahwa  lontong  yang  mereka  masak  tahan sampai 3 hari pada suhu ruangan normal tanpa pemanasan dan pendinginan. Selain itu warnanya putih bersih dan teksturnya pun sangat kenyal. Penulis membeli  6 lontong pada penjual yang berbeda, kemudian lontong tersebut disimpan pada suhu ruangan normal. Setelah 3 hari, tenyata ditemukan 2 lontong yang masih bagus (tidak bau, warna tetap bersih, kering dan kenyal).     Alasan  inilah  yang  melatar  belakangi  penulis  untuk  melakukan  penelitian tentang  penggunaan  zat  kimia  yaitu  boraks  pada  lontong  yang  dijual  di  beberapa pasar Kota Bandar Lampung. Mengingat lontong merupakan jajanan yang biasa dijual dan banyak disukai oleh masyarakat.

1.2    Perumusan Masalah
       Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dari penelitian ini adalah apakah ada kandungan boraks pada lontong yang dijual di Beberapa Pasar Kota Bandar Lampung Tahun 2013.

1.3    Tujuan Penelitian
1.3.1   Tujuan Umum
Untuk mengetahui kandungan boraks pada lontong yang dijual di Kota Bandar Lampung
1.3.2   Tujuan Khusus
Adapun yang menjadi tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.    Untuk mengetahui ada tidaknya kandungan boraks pada lontong yang dijual di Kota madya Bandar Lampung
2      Untuk  mengetahui  kadar  boraks  pada  lontong  yang  dijual  di    Kota Bandar Lampung.

2.1    Manfaat Penelitian
       Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.    Memberikan masukan kepada Dinas Kesehatan dan Badan POM untuk lebih
memperhatikan penggunaan bahan pengawet berbahaya pada makanan yang
dilarang di Indonesia seperti boraks pada lontong.
2.    Sebagai  bahan  masukan  dan  petunjuk  bagi  produsen  maupun  pengolah
makanan dalam memproduksi lontong.

3.    Sebagai informasi bagi masyarakat dalam memilih makanan olahan yang aman
untuk dikonsumsi. 

1 komentar: