BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Salah satu isi dari dasar-dasar
pembangunan kesehatan di Indonesia adalah adil dan merata. Maksudnya
bahwa dalam pembangunan
kesehatan setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan yang setinggitingginya.
Hal ini hanya
dapat terjadi dengan
menyelenggarakan pembangunan nasional di segala aspek kehidupan dan
lapisan masyarakat mulai dari usia anak-anak sampai usia dewasa. Salah satu
aspek yang perlu diperhatikan adalah masalah pangan (Depkes RI, 2001).
Keselamatan dan kesehatan masyarakat
harus dilindungi terhadap pangan yang
tidak memenuhi syarat dan terhadap kerugian sebagai akibat produksi, peredaran dan perdagangan pangan yang tidak benar. Cara produksi dan peredaran pangan yang tidak benar dapat merugikan dan membahayakan kesehatan masyarakat. Penjaminan pangan yang bermutu dan aman merupakan tanggung jawab pemerintah, industri pangan dan konsumen, sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing (Cahyadi, 2008).
tidak memenuhi syarat dan terhadap kerugian sebagai akibat produksi, peredaran dan perdagangan pangan yang tidak benar. Cara produksi dan peredaran pangan yang tidak benar dapat merugikan dan membahayakan kesehatan masyarakat. Penjaminan pangan yang bermutu dan aman merupakan tanggung jawab pemerintah, industri pangan dan konsumen, sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing (Cahyadi, 2008).
Pada
umumnya sasaran pembangunan
pangan adalah menyediakan
pangan yang cukup dan bermutu, mencegah
masyarakat dari jenis pangan yang berbahaya bagi
kesehatan dan yang bertentangan dengan keyakinan masyarakat, memantapkan kelembagaan pangan dengan diterapkannya peraturan
dan perundang-undangan yang mengatur mutu
gizi dan keamanan
pangan baik oleh
industri pangan maupun masyarakat konsumen (Hardinsyah dan Sumali, 2001).
Keamanan pangan diartikan sebagai kondisi
dan upaya yang diperlukan untuk mencegah
pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan
kesehatan manusia. Pangan yang aman
serta bermutu dan bergizi tinggi sangat penting peranannya bagi pertumbuhan, pemeliharaan dan
peningkatan derajat kesehatan
serta peningkatan kecerdasan masyarakat
(Saparinto dan Hidayati, 2006).
Makanan
yang kita makan
sehari-hari tentu saja
juga mempunyai resiko
menjadi tidak aman untuk dikonsumsi, karena kemungkinan dicemari bahan-bahan yang berbahaya seperti mikroba, bahan kimia atau benda-benda lainnya yang dapat meracuni atau dapat mengakibatkan kecelakaan. Karena itu, tindakan-tindakan untuk mencegah timbulnya bahaya dalam makanan, baik kimia, fisik maupun mikrobiologi dalam seluruh rantai pangan harus dipahami sepenuhnya. Salah satu aspek yang harus diperhatikan dalam konstalasi ini adalah bahan-bahan yang ditambahkan terhadap bahan pangan, yang kemudian dikenal dengan nama Bahan Tambahan Pangan (BTP). BTP ditambahkan untuk memperbaiki karakter pangan agar memiliki kualitas yang meningkat. BTP pada umumnya merupakan bahan kimia yang telah diteliti dan diuji sesuai dengan kaidah- kaidah ilmiah yang ada. Pemerintah sendiri telah mengeluarkan berbagai aturan yang diperlukan untuk mengatur pemakaian BTP secara optimal (Syah, 2005).
menjadi tidak aman untuk dikonsumsi, karena kemungkinan dicemari bahan-bahan yang berbahaya seperti mikroba, bahan kimia atau benda-benda lainnya yang dapat meracuni atau dapat mengakibatkan kecelakaan. Karena itu, tindakan-tindakan untuk mencegah timbulnya bahaya dalam makanan, baik kimia, fisik maupun mikrobiologi dalam seluruh rantai pangan harus dipahami sepenuhnya. Salah satu aspek yang harus diperhatikan dalam konstalasi ini adalah bahan-bahan yang ditambahkan terhadap bahan pangan, yang kemudian dikenal dengan nama Bahan Tambahan Pangan (BTP). BTP ditambahkan untuk memperbaiki karakter pangan agar memiliki kualitas yang meningkat. BTP pada umumnya merupakan bahan kimia yang telah diteliti dan diuji sesuai dengan kaidah- kaidah ilmiah yang ada. Pemerintah sendiri telah mengeluarkan berbagai aturan yang diperlukan untuk mengatur pemakaian BTP secara optimal (Syah, 2005).
Pengawet
merupakan salah satu
bentuk BTP. Penambahan
pengawet
dimaksudkan untuk menghambat ataupun menghentikan aktivitas mikroorganisme seperti bakteri, kapang dan khamir sehingga produk makanan dapat disimpan lebih lama. Selain itu, suatu pengawet ditambahkan dengan tujuan untuk lebih meningkatkan cita rasa, memperbaiki warna, tekstur, sebagai bahan penstabil, pencegah lengket maupun memperkaya vitamin serta mineral. Sebenarnya, makanan yang menggunakan pengawet yang tepat (menggunakan pengawet makanan yang dinyatakan aman) dengan dosis di bawah ambang batas yang ditentukan tidaklah berbahaya bagi konsumen. Namun demikian, seringkali produsen yang nakal menggunakan pengawet yang tidak tepat seperti pengawet nonmakanan ataupun pengawet yang tidak diizinkan oleh badan POM sehingga merugikan konsumen. Salah satu contohnya adalah boraks (Hardinsyah dan Sumali, 2001).
dimaksudkan untuk menghambat ataupun menghentikan aktivitas mikroorganisme seperti bakteri, kapang dan khamir sehingga produk makanan dapat disimpan lebih lama. Selain itu, suatu pengawet ditambahkan dengan tujuan untuk lebih meningkatkan cita rasa, memperbaiki warna, tekstur, sebagai bahan penstabil, pencegah lengket maupun memperkaya vitamin serta mineral. Sebenarnya, makanan yang menggunakan pengawet yang tepat (menggunakan pengawet makanan yang dinyatakan aman) dengan dosis di bawah ambang batas yang ditentukan tidaklah berbahaya bagi konsumen. Namun demikian, seringkali produsen yang nakal menggunakan pengawet yang tidak tepat seperti pengawet nonmakanan ataupun pengawet yang tidak diizinkan oleh badan POM sehingga merugikan konsumen. Salah satu contohnya adalah boraks (Hardinsyah dan Sumali, 2001).
Boraks merupakan garam Natrium Na2B4O7 10H2O yang banyak digunakan
dalam berbagai industri non pangan khususnya industri kertas, gelas, pengawet kayu, dan keramik. Gelas pyrex yang terkenal dibuat dengan campuran boraks.
dalam berbagai industri non pangan khususnya industri kertas, gelas, pengawet kayu, dan keramik. Gelas pyrex yang terkenal dibuat dengan campuran boraks.
Di Indonesia boraks
merupakan salah satu
bahan tambahan pangan
yang dilarang digunakan
pada produk makanan, karena asam borat dan senyawanya merupakan senyawa kimia yang mempunyai sifat karsinogen.
Boraks sejak lama telah digunakan masyarakat untuk pembuatan gendar
nasi, kerupuk gendar, atau kerupuk puli yang secara tradisional di Jawa disebut
“Karak” atau “Lempeng”. Disamping itu boraks digunakan
untuk industri makanan seperti dalam pembuatan mie basah, lontong, ketupat, bakso bahkan dalam pembuatan kecap
(Oliveoile, 2008).
Dalam pemeriksaan yang dilakukan oleh
Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM) di sejumlah sekolah di Depok Jawa Barat, ditemukan adanya zat pengawet yang diduga boraks di dalam jajanan berupa lontong yang berbahan dasar beras (Virdhani, 2009). Selain itu Agus Purnomo (2009), seorang dosen Politeknik Kesehatan Tanjungkarang Lampung, melakukan penelitian tentang boraks pada makanan berupa mi basah, lontong, bakso, pempek, dan kerupuk udang yang diambil secara acak di Pasar SMEP, Tugu, Bambu Kuning, Kampung Sawah, dan swalayan Bandar Lampung. Setelah dilakukan uji laboratorium, dari 30 contoh mi basah, 84% positif mengandung boraks. Dari 9 sampel lontong, 11,1% mengandung boraks, dan dari 13 sampel pempek, 85% juga positif mengandung borak. Yang lebih parah lagi adalah 12 sampel bakso, 7 sampel cincau hitam dan 12 sampel kerupuk undang, 100% positif mengandung boraks.
(BPOM) di sejumlah sekolah di Depok Jawa Barat, ditemukan adanya zat pengawet yang diduga boraks di dalam jajanan berupa lontong yang berbahan dasar beras (Virdhani, 2009). Selain itu Agus Purnomo (2009), seorang dosen Politeknik Kesehatan Tanjungkarang Lampung, melakukan penelitian tentang boraks pada makanan berupa mi basah, lontong, bakso, pempek, dan kerupuk udang yang diambil secara acak di Pasar SMEP, Tugu, Bambu Kuning, Kampung Sawah, dan swalayan Bandar Lampung. Setelah dilakukan uji laboratorium, dari 30 contoh mi basah, 84% positif mengandung boraks. Dari 9 sampel lontong, 11,1% mengandung boraks, dan dari 13 sampel pempek, 85% juga positif mengandung borak. Yang lebih parah lagi adalah 12 sampel bakso, 7 sampel cincau hitam dan 12 sampel kerupuk undang, 100% positif mengandung boraks.
Mengkonsumsi boraks dalam makanan tidak
secara langsung berakibat buruk,
namun sifatnya terakumulasi (tertimbun) sedikit demi sedikit dalam organ hati, otak dan testis. Boraks tidak hanya diserap melalui pencernaan namun juga dapat diserap melalui kulit. Boraks yang terserap dalam tubuh dalam jumlah kecil akan dikeluarkan melalui air kemih dan tinja, serta sangat sedikit melalui keringat. Boraks bukan hanya menganggu enzim-enzim metabolisme tetapi juga menganggu alat reproduksi pria. Boraks yang dikonsumsi cukup tinggi dapat menyebabkan gejala pusing, muntah, mencret, kejang perut, kerusakan ginjal, hilang nafsu makan (Oliveoile, 2008).
namun sifatnya terakumulasi (tertimbun) sedikit demi sedikit dalam organ hati, otak dan testis. Boraks tidak hanya diserap melalui pencernaan namun juga dapat diserap melalui kulit. Boraks yang terserap dalam tubuh dalam jumlah kecil akan dikeluarkan melalui air kemih dan tinja, serta sangat sedikit melalui keringat. Boraks bukan hanya menganggu enzim-enzim metabolisme tetapi juga menganggu alat reproduksi pria. Boraks yang dikonsumsi cukup tinggi dapat menyebabkan gejala pusing, muntah, mencret, kejang perut, kerusakan ginjal, hilang nafsu makan (Oliveoile, 2008).
Berdasarkan survei pendahuluan
yang telah dilakukan,
penjual lontong di Bandar
Lampung mengatakan bahwa lontong yang
mereka masak tahan sampai 3 hari pada suhu ruangan normal
tanpa pemanasan dan pendinginan. Selain itu
warnanya putih bersih dan teksturnya pun sangat kenyal. Penulis membeli 6 lontong
pada penjual yang berbeda, kemudian lontong tersebut disimpan pada suhu ruangan normal. Setelah 3 hari, tenyata ditemukan
2 lontong yang masih bagus (tidak bau,
warna tetap bersih, kering dan kenyal). Alasan
inilah yang melatar
belakangi penulis untuk
melakukan penelitian tentang
penggunaan zat kimia
yaitu boraks pada
lontong yang dijual
di beberapa pasar Kota Bandar Lampung.
Mengingat lontong merupakan jajanan yang biasa
dijual dan banyak disukai oleh masyarakat.
1.2
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka
yang menjadi rumusan masalah dari penelitian ini adalah apakah ada kandungan boraks pada lontong yang
dijual di Beberapa Pasar
Kota Bandar Lampung Tahun 2013.
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1
Tujuan Umum
Untuk mengetahui kandungan boraks pada lontong yang dijual di Kota
Bandar Lampung
1.3.2 Tujuan
Khusus
Adapun yang menjadi tujuan khusus dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui ada tidaknya kandungan boraks pada lontong yang
dijual di Kota madya Bandar Lampung
2.1 Manfaat
Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1.
Memberikan masukan kepada
Dinas Kesehatan dan Badan POM untuk lebih
memperhatikan penggunaan bahan pengawet berbahaya pada makanan yang
dilarang di Indonesia seperti boraks pada lontong.
memperhatikan penggunaan bahan pengawet berbahaya pada makanan yang
dilarang di Indonesia seperti boraks pada lontong.
2.
Sebagai bahan
masukan dan petunjuk
bagi produsen maupun
pengolah
makanan dalam memproduksi lontong.
makanan dalam memproduksi lontong.
3.
Sebagai
informasi bagi masyarakat dalam memilih makanan olahan yang aman
untuk dikonsumsi.
untuk dikonsumsi.
boleh minta daftar pustaka agus purnomo? :)
BalasHapus